Adab Letaknya diatas Ilmu

Berkata Syekh Abdul Qadir Al Jailani: ‘Aku lebih menghargai orang yang beradab, daripada orang yang berilmu. Jika hanya berilmu, iblis pun lebih tinggi ilmunya daripada manusia”.

Imam Syafii bercerita: ‘Aku sangat berhati-hati membuka lembaran kitab di hadapan guruku (Imam Malik pengarang kitab muwattha‘) khawatir bunyi kitabku terdengar oleh beliau dan mengganggunya’.

Hadratus Syaikh Hasyim Asya’ari menulis dalam kitab adabul alim wal mu ta’alim; “I’lam anna dzilaka li ustadzika id-zuka. Wa tawadhu’ akaluhu rif ‘atuka. Wa khidmataka lahu wa barakatun-laka”. Mengertilah bahwa: Andhap asharmu kerendah-hatian-mu kepada gurumu di situlah letak kemuliaanmu. Khidmatmu kepada Kyai-mu di situlah letak keberkahanmu. Kebanggaanmu kepada gurumu di situlah letak keluhuranmu.

Bukan ilmu yang pertama kali dibanggakan. Para ulama terdahulu belajar adab. Rendah hati dan tawadhu untuk menerima pengajaran dari gurunya. Inilah kewajiban para murid sebelum belajar ilmu. Tak ada ruang bagi yang sombong. Iblis di usir dari surga juga karena sombongnya. Betapa mengerikan bila ilmu ditangan para tuna moral dan tuna adab..

Imam Ahmad berkata: ‘Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu. Imam Mubarak berkata: ‘Kami mempelajari masalah adab itu selama 30 tahun sedangkan kami mempelajari ilmu selama 20 tahun.” Guru para Failasuf, Socrates dengan rendah hati berkata: ‘aku tidak tahu apa-apa’. Berbanding terbalik dengan para Sofis yang merasa tahu semuanya. Failasuf adalah guru. Penggembala atau pencerah. Dia membimbing ke jalan benar dan jalan baik. Bukan pencela dan pengkritik yang membuat onar.

 Para alim lebih mengedepankan akhlak ketimbang berdebat tentang perbedaan dan ikhtilaf penyebab perpecahan..

Translate »
PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU